Petualangan Pertama, Gandang Dewata

 


Petualangan Pertama, Gandang Dewata


Ada satu yang menggugah hingga akhirnya mengubah Semesta. Indah Annisa, perempuan yang biasa dipanggilnya kakak-kakak oleh Semesta sebab Indah memang lebih dulu menggemakan tangisannya di bumi. 


Perihal waktu, semua orang memilikinya dengan jumlah yang sama, hanya saja ada sebagian waktu semesta yang sengaja ia manfaatkan untuk menuliskan kisahnya bersama Indah, perempuan yang tetap ia cintai meski telah berkali-kali mematahkan hatinya. 


Pada kisah yang Semesta buat kali ini, ia hanya bermodal cinta dan kerinduan. Indah benar-benar telah pergi dan menghilang, meninggalkan Semesta tanpa permisi. "Aku lupa, aku memang bukan siapa-siapanya, akunya saja yang terlalu mendramatisasi keadaan lalu lupa diri," ucap semesta saat sedang menikmati, kopi, rok dan senja di pantai cendrawasih. 


Dari sisa ingatannya, Indah pernah mengatakan bahwa ia suka minuman carame machiato, minuman yang benar-benar asing di telinga Semesta. Namun saat masih menikmati sisa waktunya mencumbui roman senja, ia menamai minumannya itu sama dengan minuman kesukaan Indah. 


Padahal minuman yang dinikmati Semesta hanyalah kopi khas toraja andalan El dan Sekar Indurasmi, ya, tapi gak apa-apalah, sebab hidup di dunia ibarat sedang berada di atas panggung pementasan, kita bebas memainkan peran apa, dan Semesta memilih perannya sendiri. 


Mencintai Indah tanpa sisa menjadikan segalanya tentang Indah, pasir-pasir dilihatnya mengibaratkan cintanya dengan jumlah tak terhingga kepada Indah, air laut yang melimpah ibarat kasihnya kepada Indah, langit ditatapnya bagaikan cintanya yang luas, angin yang berhembus ibarat sapaan rindu untuk Indah kekasih yang diklaimnya sepihak. 


Senja kini hanya menyisahkan ronanya yang berwarna jingga dan keemasan. Mereka, orang-orang yang hanya datang menyaksikan senja mulai bergegas meninggalkan tempatnya, lampu-lampu rumah dari perkampungan mulai dinyalakan, pun pada bagang-bagang di laut. Musik yang tadinya diputar oleh pemilik kopi titik O bervespa itu kini tak terdengar lagi. 


Mahluk-mahluk kecil bersayap mulai menghinggapi tubuh Semesta sebab sedang memainkan handphonnya. Kepiting-kepiting yang sedang berada di bebatuan yang tampak sedang makan dengan lahap itu seolah mengajak Semesta untuk ikut menikmati makanannya. "Kita berbeda, nikmati saja makananmu ting" ucap Semesta membatin seolah sedang berkomunikasi dengan kepiting. 


Entah apa yang telah dilakukan perempuan bernama Indah kepada Semesta, mengapa ia begitu merasa tersiksa kerab Indah hadir dibenaknya. Tepatnya 2020 lalu, Indah berangkat dari Kalimantan Timur memutuskan untuk melakukan petualangan di tanah mandar, tanah penuh misteri jika ditelusuri dari sudut sejarahnya. 


Kedatangan Indah rupanya tidak terlepas dari kecintaannya terhadap petualangan, baik laut maupun gunung semuanya akan disapu rata, dan kali ini Indah ingin melakukan petualangan  gunung Gandang Dewata yang berada di Kabupaten Mamasa, berjarak sekitar kurang dari lima jam perjalanan dari pusat Kota Polewali Mandar menggunakan mobil maupun motor. 


Sebelum keberangkatannya dari Kalimantan ke Sulawesi, tentu Indah terlebih dahulu mencari-cari informasi terkait gunung yang akan dieksplornya. Berbekal informasi dari salah satu sahabatnya bernama Senja yang merupakan warga lokal yang tinggal di kecamatan mapilli, tepatnya di desa segerang, belokan ke kiri tepat sebelum melewati jembatan mapilli jika dari arah timur ke barat. 


Kata Senja kepada Indah, "aku ada teman yang juga senang eksplor gunung, intinya sama dengan hobimulah, namanya Semesta, laki-laki yang usianya tentu lebih muda ketimbang kamu." Berbekal informasi yang diberikan Senja, Indah pun akhirnya mengontak nomor whatsapp Semesta yang telah diterima, namun sebelumnya juga Senja telah memberitahukan kepada Semesta perihal Indah. 


"Selamat datang di Basecamp Pejalan," ucap Semesta menyambut kedatangan Indah yang telah ia tunggu sejak beberapa hari lalu setelah saling berkabar, "Iya, wah, keren juga ya tempat kamu Semesta! sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman, "Senja," "Semesta." Berbekal arahan google map yang telah diberikan Semesta, itulah mengapa Indah dapat dengan mudah menemukan Basecamp Pejalan. 


"Ngopi," ucak Semesta menawarkan, "wah, boleh-boleh," saat itu juga Semesta langsung memanaskan air menggunakan portabel yang memang telah tersedia di atas meja kayu bekas potongan pohon. "Maaf kak, emang kesininya sendiri?" "Iya sih, kenapa emang?" "Hmm, ya tidak kenapa-kenapa, hanya penasaran," "udah terbiasa juga kan, aku emang suka jalan sendiri Semesta."


Setelah airnya panas, Semesta membuatkan kopi tanpa gula, ia sengaja sebab ingin mengetahui seberapa pecinta kopikah perempuan yang ada dihadapannya kini, sebab pikir Semesta, Orang-orang pejalan seperti Indah akan terlihat aneh jika ternyata seleranya adalah kopi manis, aneh memang, sebab kopi ya kopi, tentu rasanya pasti pahit, kalau manis, ya itu bukan kopi, tapi kekasih, atau bisa jadi kamu, lirik semesta kepada Indah. 


Perempuan yang baru pertama dilihatnya itu berhasil mengalahkan keindahan jalur torean gunung rinjani. Ekspresi yang tergambar di wajah Semesta seolah tidak dapat ia sembunyikan. Indah dengan rambut yang sebahu terlihat memang begitu menawan, ditambah penampilannya yang lebih mirip pecinta gunung, asli keren banget sih, sangat sesuai dengan selera Semesta. 


Sambil menyeruput kopi buatan Semesta, Indah melemparkan pandangan keberbagai sisi ruangan, melihat-lihat apa saja yang terpajang di dinding, atas meja dan sebagainya. Setelah meletakka gelas kopinya, Semesta mengamati Indah sebab penasaran dengan reaksinya setelah merasakan kopi buatannya. Indah kembali menyeruput kopinya, seolah racikan Semesta sudah sesuai dengan seleranya. 


"Mereka yang memang mengerti kopi akan selalu terlihat elegan, dan tentu mereka yang mencintai kopi akan menikmatinya tanpa protes, sebab hakikat kopi adalah pahit, dan siapapun berhak menikmati kopi. Dari kopi kita dapat belajar, bahwa pahit dapat dinikmati tanpa protes sebab dari awal kita sadar bahwa kopi diciptakan memang untuk pahit"


Melihat ekspresi Indah menyeruput kopinya, Semesta masih belum mengerti, apakah perempuan itu memang penikmat kopi pahit atau hanya terpaksa. "Maaf kak, itu ada gula kalau kopinya kepahitan," tunjuk semesta ke toples gula yang juga ada di atas meja, Indah hanya terlihat tersenyum tanpa mengambil toples gula yang ditunjuk Semeta. Sejurus kemudian, Indah berdiri, berjalan dan berkata, "kopi emang pahit kan."


"Wah, selain suka nanjak, kamu juga suka baca ya," ucap Indah sambil melihat-lihat tumpukan buku koleksi Semesta yang ada di atas meja. "Dari sekian banyak koleksimu, yang aku lihat dominan novel ya, emang kamu suka novel?" tanya Indah, "iya, entah, jika dibandingkan dengan genre lain, aku memang lebih nyaman baca novel." "Dalam hal bacaan, sungguh kita berbeda, aku suka buku perlawanan, orang-orang menyebutnya buku kiri, namun dalam hal gunung, kita sama," ucap Indah. 


"Ngomongin perihal gunung, aku ingin kamu menemaniku mendaki gunung Bawa Karaeng dan Latimojong setelah misi pendakian Gandang Dewata usai," ucap Indah yang sambil mununjuk foto-foto summit Semesta ditiga puncak gunung tertinggi Sulawesi. 


Dalam catatan harian kecil Indah, ia berharap dapat melakukan petualangan seorang diri, hanya sebab masih belum merasa mampu, ia meminta bantuan kepada orang yang lebih mampu dan tentu berpengalaman, baginya, melakukan petualangan seorang diri atau berdua adalah suatu pencapaian yang sangat luar biasa, selain sebeb lebih menantang, kesunyian sentakan kaki dan suara bising mulut adalah hal yang mengganggu meditasi. 


Ya, bagi Indah dan Semesta, mendaki merupakan salah satu meditasi yang jarang orang sadari, itulah mengapa "Sepasang Pejalan" itu pada akhirnya dipertemukan oleh Semesta. Pada dasarnya, mereka yang sefrekuensi akan dipertemukan, dan mungkin itulah mengapa kemudian mereka bertemu. 


Berhubung waktu mulai sore, Semesta mengajak Indah untuk beristirahat di kamar yang telah disiapkan. Indah Mengeluarkan semua barang bawaannya dari cerrier Eiger 80L miliknya, dengan maksud agar memastikan ulang bahwa sudah tidak ada lagi barang miliknya yang kelupaan. Dan juga untuk mengambil beberapa keperluan alat mandi tentunya.


Kamarnya menarik, kembali Indah berhasil dibuat takjub oleh Semesta, lagi-lagi terdapat tumpukan buku, dan hampir keseluruhan dindingnya digambari dengan pemandangan gunung, dan juga banyak foto-foto Semesta yang sedang berada di gunung, tidak hanya itu, tulisan-tulisan semesta juga dapat dengan mudah Indah baca yang ada di dinding-dinding, salah satu tulisan yang berhasil membuatnya terpikat adalah "tidak ada alasan bagi seseorang untuk merasa kesepian selama buku dan gunung masih ada" --Semesta


Diwaktu yang sama pada tempat yang berbeda, Semesta terlihat sibuk menyiapkan perlengkapan untuk mendaki bersama Indah. Kali ini, Semesta benar-benar harus mempersiapkan segalanya demi keamanan, kenyamanan dan kelancaran pendakian, sebab petualangan kali ini adalah petualangan yang sama sekali jauh berbeda dari petualangan-petualangan sebelumnya. Misi kali ini adalah bukan sembarangan misi, keberhasilannya mengawal Indah merupakan sejarah baru bagi Semesta. 


Indah dengan mimpinya ingin menaklukkan puncak gunung berdua sebelum ia meninggal telah menjadi misi baru bagi Semesta, kehadiran Indah telah menambah warna baru hidup Semesta. Semesta yang juga terbilang aktif bergerak di dunia literasi memiliki komunitas bernama Tomaka Book Club, komunitas yang didirikan bersama Abil, Khim, Appi, Nurul, Fakria pada Januari 2024. 


Khawatir jika pada petualangannya bersama Indah sewaktu-waktu mendapat kendala yang berujung pada kematian, Semesta menulis surat kepada temannya yang juga sering datang ke basecamp, "kali ini aku dan Indah, teman baruku dari Kalimantan, kami akan melakukan petualangan berdua, mendaki gunung Gandang Dewata, Bawa Karaeng dan Latimojong. Jika pun pada akhirnya aku atau Indah tidak kembali, jangan telalu risau, tetaplah lanjutkan apa yang telah kita mulai sejak awal," --Semesta


Setelah selesai menulis pesan singkat itu, Semesta menempelkannya pada papan informasi, papan yang memang telah lama ada di Basecamp. 


Sabtu, 21 Juni 2025

Petualangan Pertama Gunung Gandang Dewata


Setelah semuanya dirasa siap, Semesta dan Indah membaca doa menurut kepercayaan masing-masing sebelum melakukan perjalanan dari Basecamp menuju Mamasa. Menggunakan mobil mini jip, mereka benar-benar telah berlalu meninggalkan basecamp. Melalui jalur dua depan kantor bupati terus maju hingga perempatan SMAN 3 dan Sudut lagi, memutar stir ke kanan menuju arah timur, lurus ke depan hingga mentok depan kantor BPJS lalu ke kiri arah utara. 


Lurus terus mengikuti jalan aspal merupakan jalur menuju Kabupaten Mamasa, sekitar -100 meter mereka menepikan mobil guna berbelanja di warung kecil yang tidak jauh dari Alfamart, mereka sengaja tidak berbelanja di bangunan mewah ber AC tersebut sebab tidak terbiasa dengan dingin buatan, berbeda hal dengan dingin alami dari alam seperti ketika berada pada puncak gunung, di danau, sungai maupun laut. Setelah dirasa cukup, mereka kemudian melanjutkan perjalanan. 


"Kenapasih kamu suka gunung?" tanya Semesta sambil melirik Indah yang lagi asik ngemil coki-coki," "apa ya, sejujurnya aku gak ada alasan yang khusus sih, hanya saja bagiku gunung adalah tempat dimana aku dapat merasa sesuatu yang dimana kota tidak dapat memberikannya. Di gunung aku merasa damai, bahagia, aku tidak merasakan adanya beban, jika boleh memilih, aku ingin punya rumah di gunung yang ada danau atau sungainya, punya kuda, dan punya banyak buku-buku," jawab Indah sambil menatap Semesta. 



Tentang Penulis: 


Lahir di Polewali Mandar, pada 5 Mei 1997. Memiliki kesenangan menghabiskan banyak waktu di kamar, menatap angkasa, merenung, berbicara pada binatang, membuat orang-orang jengkel, malas membaca, gak suka nulis, tapi suka sama kamu. 


















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Misterius

Kopi-Buku-Cinta